Sahabat Pena
apa yang kita alami saat masih kanak-kanak ataupun saat masih duduk di bangku Sekolah Dasar selalu menarik untuk diperbincangkan, kepolosan kita, ketidakpedulian kita, antusiasme kita, kejujuran kita, kebodohan kita. Saat itu kita sering merasa iri dengan orang-orang yang lebih tua, yang nampak hidup tanpa omelan, tanpa larangan, sekarang kita sadar ternyata tidak ada yang lebih tenang selain menjadi anak-anak, belum punya masa lalu, tidak khawatir dengan masa depan.
saat sekolah, hitungan Matematika masih dikuasai angka-angka belum di cekoki oleh penjumahan X & Y, PPKn mengajarkan Tenggang Rasa, Tanggung Jawab, dkk belum berubah jadi monster hafalan Eksekutif Legislatif dan Yudikatif , pun dengan Bahasa Indonesia yang masih menceritakan tentang Budi, naik delman, tata krama di telepon, dan surat menyurat. Bicara masalah surat menyurat, masih ingat salah materi tentang Sahabat Pena ? eh, bukan materi dulu istilahnya, Pokok Bahasan, ya pokok bahasan yang menceritakan tentang mengirim surat pada seseorang nun jauh disana, yang belum saling mengenal, kemudian akrab setelah saling balas membalas surat, alamat yang 'katanya' bisa di dapat dari majalah, ANDAKA misalnya, majalah ini memuat satu halaman berisi 'sahabat andaka' setiap edisinya, yang kebanyakan di bagian pesan, anak-anaka itu menulis " yang mau jadi sahabat pena aku di tunggu ya..."
saya sendiri belum pernah benar-benar mengirim surat pada orang tak dikenal seperti itu, tapi keinginan itu sempat muncul, membayangkan ada tukang pos yang datang ke rumah, bawa surat, kemudian di baca malam hari, di bawah lampu belajar yang redup, kemudian kita balas dengan kata-kata puitis, ah polosnya.
sekarang, setelah tahun-tahun berlalu, setelah begitu mudahnya alat komunikasi, hp sana sini, tower BTS tiap pelosok, internet menyebar pesat, saya penasaran apakah pokok bahasan itu masih ada di SD sekarang ? setelah Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999 berubah menjadi KBK 2004, kemudian KTSP 2006, dan terakhir yang masih segar Kurikulum 2013, apakah pokok bahasan Sahabat Pena juga ikut berubah ? menjadi Sahabat SMS kah ? atau sahabat email ?
Dulu, tidak heran jika anak-anak diajarkan untuk menulis surat, karena saat itu internet belum ada, atau sudah ada tapi belum menyentuh Indonesaia, telepon genggam masih menjadi barang langka, maka surat menyurat di atas kertas lah yang masih menjadi andalan masyarakt pada saat itu, saya masih sering melihat Ibu saya menulis surat untuk Kakek di Ciamis, atau diajak ayah saya ke kantor pos kecamatan untuk mengambil surat dari paman saya (almarhum), maka membiasakan anak-anak menulis surat dini merupakan kebijakan yang sesuai. Kini, Ibu saya sering menelepon keluarga jauh, seminggu bisa berkali-kali, bahkan kalo masih banyak sisa gratisan, biasanya dihabisin sana sini,hehe. Maka, sangat tidak elok jika perkembangan teknologi tidak dibarengi dengan materi pengajaran yang sesuai, meski saya agak kurang setuju jika anak kecil sudah dikenalkan gadget, yang membuat lingkungan sosialnya semakin menyempit.
saat sekolah, hitungan Matematika masih dikuasai angka-angka belum di cekoki oleh penjumahan X & Y, PPKn mengajarkan Tenggang Rasa, Tanggung Jawab, dkk belum berubah jadi monster hafalan Eksekutif Legislatif dan Yudikatif , pun dengan Bahasa Indonesia yang masih menceritakan tentang Budi, naik delman, tata krama di telepon, dan surat menyurat. Bicara masalah surat menyurat, masih ingat salah materi tentang Sahabat Pena ? eh, bukan materi dulu istilahnya, Pokok Bahasan, ya pokok bahasan yang menceritakan tentang mengirim surat pada seseorang nun jauh disana, yang belum saling mengenal, kemudian akrab setelah saling balas membalas surat, alamat yang 'katanya' bisa di dapat dari majalah, ANDAKA misalnya, majalah ini memuat satu halaman berisi 'sahabat andaka' setiap edisinya, yang kebanyakan di bagian pesan, anak-anaka itu menulis " yang mau jadi sahabat pena aku di tunggu ya..."
saya sendiri belum pernah benar-benar mengirim surat pada orang tak dikenal seperti itu, tapi keinginan itu sempat muncul, membayangkan ada tukang pos yang datang ke rumah, bawa surat, kemudian di baca malam hari, di bawah lampu belajar yang redup, kemudian kita balas dengan kata-kata puitis, ah polosnya.
sekarang, setelah tahun-tahun berlalu, setelah begitu mudahnya alat komunikasi, hp sana sini, tower BTS tiap pelosok, internet menyebar pesat, saya penasaran apakah pokok bahasan itu masih ada di SD sekarang ? setelah Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999 berubah menjadi KBK 2004, kemudian KTSP 2006, dan terakhir yang masih segar Kurikulum 2013, apakah pokok bahasan Sahabat Pena juga ikut berubah ? menjadi Sahabat SMS kah ? atau sahabat email ?
Dulu, tidak heran jika anak-anak diajarkan untuk menulis surat, karena saat itu internet belum ada, atau sudah ada tapi belum menyentuh Indonesaia, telepon genggam masih menjadi barang langka, maka surat menyurat di atas kertas lah yang masih menjadi andalan masyarakt pada saat itu, saya masih sering melihat Ibu saya menulis surat untuk Kakek di Ciamis, atau diajak ayah saya ke kantor pos kecamatan untuk mengambil surat dari paman saya (almarhum), maka membiasakan anak-anak menulis surat dini merupakan kebijakan yang sesuai. Kini, Ibu saya sering menelepon keluarga jauh, seminggu bisa berkali-kali, bahkan kalo masih banyak sisa gratisan, biasanya dihabisin sana sini,hehe. Maka, sangat tidak elok jika perkembangan teknologi tidak dibarengi dengan materi pengajaran yang sesuai, meski saya agak kurang setuju jika anak kecil sudah dikenalkan gadget, yang membuat lingkungan sosialnya semakin menyempit.
Komentar